Mencintai Malam (Cerita Pendek)
Aku jatuh cinta pada malam yang kelam dan misterius. Aku bertemunya malam itu ketika langit begitu gelap karena bintang sedang pergi.
“Mungkin ini mimpi?”, tanyaku lebih kepada diri sendiri.
Malam tertawa. Aku segera berjalan ke ranjangku. Naik dan menutupi badanku dengan selimut. Aku masih mengira semuanya adalah mimpi, sampai aku rasakan pelukan. Pelukan itu tidak seperti pelukan biasa. Pelukan itu begitu dingin. Badanku mengiggil.
“Kamu tidak bermimpi, sayang. Ini aku. Kamu lupa kemarin aku datang dari jendelamu?”
Samar – samar aku ingat kembali. Iya benar. Sepertinya kemarin laki – laki ini juga datang dan mengaku dirinya malam.
“Kamu cantik. Kemarin ketika aku sedang berkeliling, mataku menangkap dirimu dibalik jendela ini. Aku jatuh hati. Bahkan aku tidak bisa menahan keinginanku untuk bersama kamu.”
Aku mencoba mengingat. Ya, aku ingat. Kemarin tanpa disengaja malam mengintip lewat jendela kamarku. Aku melihatnya. Mata kami bertatapan. Dingin. Tatapannya sedingin es. Kesan pertamaku saat bertemunya adalah dia begitu kelam dan misterius seolah tidak dapat dijangkau.
Kesan pertama itu hilang ketika dia tersenyum. Malam tersenyum memandangku hangat. Kesan misteriusnya hilang seketika itu juga.
“Siapa kamu?”
“Aku Malam.”
Aku hanya diam. Kebingungan. Yang kulihat hanya sesosok laki – laki dewasa dengan rambut sehitam jelaga.
Sekarang malam datang lagi. Memelukku dengan pelukan dinginnya. Aku tidak keberatan dengan pelukannya. Tetap saja terasa nyaman. Sebenarnya tanpa Malam sadari, aku sudah jatuh cinta padanya. Senyumannya yang terasa hangat walaupun tubuhnya yang dingin. Dan terkadang bintang – bintang beterbangan di sekelilingnya.
“Lantas, kenapa kemarin kamu pergi?”, aku bertanya lagi. Linglung.
“Karena pagi datang, sayang. Bukankah kemarin ketika matahari perlahan – lahan datang aku mengecupmu dan pergi? Aku harus pergi, karena pagi menjemput.”
Aku mulai ingat sepenuhnya sekarang. Ternyata yang mengecupku itu Malam. Kecupannya lebih dingin dari pelukannya. Tetapi kecupannya membuatku merasa berharga.
“Aku mencintaimu.”, Malam berbisik.
Aku hanya tersenyum. Tanpa disadari aku tertidur di pelukannya. Mimpi indah tentunya.
Keesokan paginya, yang kudapati hanya sepucuk surat di meja sebelah tempat tidurku.
Sayang, aku pergi. Pagi sudah datang. Aku janji nanti malam aku datang. Tunggu aku.
Aku menunggunya. Seharian ini kupersiapkan segalanya untuk malam hari ketika Malam akan datang. Ketika langit mulai gelap, aku berdiri di tepi jendela. Menunggunya. Pujaan hatiku.
Dia datang. Aku tersenyum. Segera aku memeluknya. Dia mencium keningku.
“Aku pulang.”, katanya di telingaku.
Dia mencium bibirku. Kedua tangannya dilingkarkan di pinggangku begitu erat. Dia tidak tahu tangan kananku memegang sesuatu.
Malam tidak merasakan sesuatu yang aneh. Aku segera menariknya ke dalam pelukanku. Dingin. Tangannya diangkat ke pipiku. Perlahan dia menyapukan bibirnya padaku. Sambil berciuman dengannya, tangan kananku ku keluarkan dari balik pinggang. Kuhunus benda tajam itu ke dadanya. Dia melolong kesakitan.
“Maafkan aku. Aku tidak bisa setiap hari menunggumu di tepi jendela.”
Malam itu kubunuh Malam.
Comments
Post a Comment