Cerpen Favorit dalam Lomba Mengarang Cerpen Remaja 2011 tingkat SMP oleh PT Rohto
Surat Dalam Botol
Tidak disangka, hal
sekecil pun dapat merubah suatu hal yang besar.
Seorang anak duduk sendiri dibawah ayunan di bawah
pohon rindang. Dia Sam. Dia duduk melamun termenung memandang ke bawah. Kosong.
Tak ada sorotan apapun di mata coklatnya. Ayunan bergerak pelan. Hening sekali.
Sam tak bergerak. Dia hanya memandang
surat yang ada di tangannya. Tiba-tiba ia bangkit berdiri.
“Aku harus menemukannya!”
Lalu Sam berlari meninggalkan ayunan.
*
Satu minggu yang lalu.
“Sam.”
Suara wanita berteriak memanggil namanya. Sam tak
mengacuhkannya.
“Sam!”
Lagi lagi wanita itu berteriak. Sam tetap tidak
mengacuhkanya. Sam sibuk membaca bukunya. Akhirnya wanita itu datang.
“Sam! Sudah berkali kali ibu berteriak memanggil
namamu. Kenapa kau tidak juga menjawabnya?”
“Iya. Iya. Kenapa sih, Bu?”
“Tolong bantu Ibu.”, kata Ibu.
“Aku malas. Suruh saja Si Mbok yang mengerjakan.”
Lalu Sam pergi begitu saja. Ia tak menggubris
sedikit pun teriakan ibunya. Sam memang dilahirkan sebagai anak tunggal. Dari
kecil Sam terbiasa mendapat perhatian lebih dari orang orang di sekitarnya. Dan
karena perhatian yang berlebihan itulah Sam tumbuh menjadi anak yang kurang
menyenangkan di lingkungannya. Selama 15 tahun ia hidup, bersikap egois mungkin
sudah menjadi rutinitasnya setiap saat. Keluarganya sudah mencoba untuk
memperbaiki sikap Sam namun tetap tak ada perubahan. Akhirnya kedua orang tua
Sam pun hanya bisa berpasrah saja. Kelakuan Sam memang nakal akhir - akhir ini.
Orangtuanya pusing dengan tingkah laku anak mereka. Ayah dan ibu Sam hanya
berharap bahwa suatu hari Sam akan berubah.
*
Suatu hari orangtua Sam mengajak anaknya itu untuk
pergi berlibur ke villa mereka yang terletak dekat pantai. Sam menolak dengan
keras. Ia tidak suka dengan pantai. Menurutnya di pantai tidak ada apa – apa.
“Aku gak mau ke pantai. Aku lebih suka di rumah.”
“Tak bisakah Sam kau ikut dengan kami? Sekali ini
saja?”, ibunya memohon.
“Tapi aku gak suka! Di pantai itu gak ada apa apa,
Bu.”
“Sam, ayah mohon.”, kata ayahnya menimpali.
Dia
memandang wajah putrinya itu dengan ekspresi memohon. Setelah beberapa saat
berunding dan akhirnya dengan terpaksa Sam mengikuti keinginan orangtuanya.
*
Sepanjang perjalanan Sam hanya
menggerutu. Orangtuanya diam saja menghadapi kelakuan anaknya. Setelah melalui
perjalanan yang lumayan melelahkan (ditambah dengan gerutuan Sam) akhirnya
sampailah mereka di villa. Villa Sam benar benar dekat sekali dengan pantai.
Pantainya bersih. Airnya jernih berwarna biru. Pasirnya putih dan ombak
bergulung dengan tenang. Anginnya yang sepoi – sepoi menambah kenyamanan tempat
itu. Tapi hal – hal seperti itu bagi Sam
adalah hal – hal yang biasa. Dia bahkan tidak mau bermain ke pantai bersama
ayah dan ibunya. Setelah dibujuk beberapa saat bahwa ia akan dibelikan buku
buku kesukaanya, barulah Sam memaksakan diri keluar dari villa dan berjalan
jalan di pantai.
Sam mulai berjalan di tepi laut.
Gadis itu dapat merasakan terpaan angin di wajahnya. Merasakan gelombang air
mencoba menyeret kakinya. Sam duduk. Dia melihat kedua orangtuanya berjalan
agak jauh dari tempatnya duduk. Tertawa berdua. Sam membuang muka dan ikut
tertawa.
“Ternyata tidak terlalu buruk juga”, kata Sam pada
dirinya sendiri.
Dia melihat matahari mulai tenggelam. Sunsetnya
bagus sekali. Sam memandang matahari yang tenggelam itu. Dia tersenyum. Tiba
tiba ia melihat sebuah botol terambang di air. Botol itu mengambang tidak jauh
dari tempatnya, hanya maju beberapa langkah dan Sam dapat mengambilnya.
Lalu Sam mengambil botol itu. Sebuah
botol kaca. Aneh. Sebuah botol kaca terombang ambing di laut. Setelah itu Sam
memandang botol itu dengan lebih seksama. Ternyata ada kertas di dalam botol
itu. Hal itu membuat Sam semakin bingung. Sebuah botol kaca yang isinya
terdapat sebuah kertas yang terombang ambing entah berapa lama di laut.
Sam ingin membuangnya kembali ke
laut karena ia sedikit takut dengan botol itu. Namun hati kecilnya sangat
penasaran. Dan akhirnya Sam membawa pulang botol kaca itu ke villanya. Sam
masuk ke dalam kamar dan mencoba membuka botol itu.
Untunglah penutup botol itu mudah
untuk dibuka. Segera dengan rasa penasaran yang sangat besar Sam mengeluarkan
kertas di dalam botol itu. Kertas itu lumayan besar namun digulung supaya bisa
masuk di dalam botol kaca itu. Tulisannya agak sedikit buram karena ditulis
menggunakan pensil. Untunglah kertasnya tidak basah. Namun tercium dengan jelas
bau laut. Sam mencoba membaca isi dari surat itu.
Untuk Tuhan,
Tuhan, aku
Seraffina. Aku ingin bercerita tentang desaku. Kemarin aku masih tertawa
bersama kakak dan orangtuaku. Namun sekarang mereka menghilang. Aku tidak tahu
mereka pergi kemana. Hari itu aku sedang bersama ibuku. Aku membantu dia
berjualan ikan di pasar. Ayahku sedang pergi ke laut mencari ikan.
Kakak-kakakku semua sedang bersekolah. Aku membantu mereka menyiapkan peralatan
sekolah pagi itu. Dan ternyata itu terakhir kalinya aku bertemu mereka. Ayahku
pergi melaut dari malam, jadi aku belum sempat untuk bertemu ayahku untuk
terakhir kalinya. Siang itu aku membawa sebaskom ikan untuk dijual. Ketika
sedang berjualan aku dan ibuku merasakan getaran keras. Ibuku memeluk aku.
“Gempa bumi.” Kata orang – orang di sekeliling kami. Beberapa saat kemudian getaran itu berhenti.
Orang orang tidak mulai tenang, mereka malahan semakin panik. Mereka berteriak
– teriak “Tsunami! Tusnami!””Tsunami!
Cepat semua pergi ke dataran yang lebih tinggi.” Ibuku terlihat sangat panik. Aku
tidak tahu seberapa bahayanya tsunami itu. Aku belum pernah tahu. Ibuku segera
mengajak aku pergi dari tempat itu. Kita berdua berlari dengan terburu buru ke
dataran tinggi. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku hanya menuruti perintah
ibuku. Ibuku berkali kali menenangkan aku. “Tidak apa sayang. Seraffina jangan
takut. Mama ada disini.” Ibuku tahu aku takut, tapi ia berhasil menenangkan
hatiku. Tiba tiba aku mendengar suara yang sangat keras. Aku dapat melihat
sedikit. Ada ombak yang sangat sangat tinggi. Namun aku tak bisa melihatnya
secara utuh. Ombak besar itu tertutup pohon pohon yang sama besarnya. Seperti
ember yang dituang, airnya deras sekali. Aku dapat mendengar suaranya. Aku
takut Tuhan. Aku memeluk ibuku. Air besar itu datang kearah kami. Akue
mempererat pelukanku pada ibuku. Lalu tiba tiba semua menjadi gelap. Aku tidak
tahu apa apa. Semua gelap. Saat bangun aku melihat banyak orang di sekelilingku
tapi aku tak dapat menemukan ibuku. Aku tidak melihat ayahku, ibuku, ataupun
kakak – kakakku. Mereka tidak ada. Dan saat ini Tuhan, aku harap Kau membaca
ini. Tolong aku untuk mencari mereka Tuhan. Seraffina sayang Tuhan.
Seraffina
Sam terpaku setelah membaca surat
itu. Dia mencoba membacanya berulang kali. Surat dari Seraffina itu membuat Sam
merasakan sesuatu. Kesedihan. Sam tak tahu harus melakukan apa. Seraffina
mungkin adalah seorang gadis kecil. Dia menulis surat itu pada Tuhan dan
berharap dapat menemukan keluarganya. Sungguh sangat polos. Sam masih tidak
berkutik. Ia tetap memegang surat itu dengan kedua tangannya. Dia bertanya –
tanya dalam hati. Siapakah gadis ini? Kenapa ia menulis surat ini? Pertanyaan
demi pertanyaan berkecamuk dalam hatinya.
*
Satu minggu kemudian Sam masih
menyimpan surat dalam botol itu. Ia tetap bingung dengan surat itu. Di satu
sisi ia merasa kasihan pada Seraffina. Di lain sisi ia berusaha tidak peduli.
Siapa Seraffina? Untuk apa dirinya mempedulikan gadis kecil yang terimpa
tsunami dan kehilangan keluarganya sehingga ia sampai menulis surat untuk
Tuhan? Namun hati kecil Sam mulai tergerak. Tapi ia tidak tahu harus melakukan
apa. Ia merasa tidak berarti. Ia tidak tahu harus bagaimana. Ia berjalan ke kebun
depan rumahnya. Sam berjalan menuju ayunan tua di pojok kebun. Dia duduk
disana. Bingung. Tatapan matanya kosong. Seakan waktu berjalan lama sekali.
Suasana hening sekali. Sam mulai berpikir apa yang harus dia lakukan. Sam
mengeluarkan surat dari Seraffina. Dia memandang secarik kertas itu. Membacanya
lagi. Dia membalikan kertas itu. Dan ternyata ada sebuah tulisan kecil di
bawah.
Tuhan, aku ada
di daerah xxx. Datang kesini ya, Tuhan? Aku membutuhkanmu
-Seraffina- 18
Desember 2007
Sam membacanya dengan seksama. Selama ini dia tidak
pernah membalikkan kertas itu. Ia hanya terfokus pada isi suratnya. Ia tidak
menyadari bahwa Seraffina telah menuliskan tempat ia tinggal dan tanggal ia
menuliskan surat itu. Desember. Berarti Seraffina menulis ini tiga bulan yang
lalu.
Sam merasa mendapatkan pencerahan. Tiba – tiba dia
berdiri.
“Aku harus menemukannya!”
Setelah itu Sam berlari meninggalkan ayunan dan
menuju ke dalam rumahnya. Sam mencari kedua orangtuanya. Ternyata mereka ada di
ruang makan. Segera Sam meceritakan tentang surat dalam botol itu. Sam
menceritakan bahwa ia menemukan botol itu di pantai kemarin. Sam memperlihatkan
surat Seraffina.
“Lalu apa maksudnya kau tunjukan ini pada kami,
Sam?”, tanya ayahnya lembut.
“Ibu, Ayah, aku ingin mencari Seraffina. Aku merasa
kasihan padanya. Baru kali ini aku merasa kasihan pada seseorang. Aku ingin
menemukannya. Aku ingin sekali.”
Ayah dan ibu Sam hanya diam melihat kelakuan
putrinya. Suasana hening terjadi diantara ketiganya. Akhirnya keheningan itu
dipecahkan oleh Ibu Sam.
“Benarkah Sam kau merasa kasih padanya? Ini bukan
seperti dirimu. Kau berbeda. Apa kau yakin?”
Sam mengangguk. Ya, itu memang bukan seperti
dirinya. Merasa kasihan pada seseorang? Kasihan pada ibunya sendiri saja sangat
jarang.
“Baiklah Sam, kami setuju, ayah dan ibu sangat
senang. Kau menunjukkan perubahan. Ibu memperbolehkan kau mencari gadis yang
menulis surat itu. Ibu berjanji akan membantumu.”
Sam segera memeluk ibu dan ayahnya. Hal yang sangat
tidak biasa. Ibu Sam merasa terharu melihat sikap putrinya. Ia memeluk anaknya
itu dengan penuh kasih sayang.
*
Esoknya, Sam segera mulai mencari
Seraffina. Ia mencari ke daerah xxx. Memang lumayan jauh dari tempatnya tinggal
namun Sam sudah membulatkan tekadnya untuk menemukan Seraffina. Sam memang
tidak tahu bagaimana muka atau ciri cirri Seraffina. Ia juga tidak tahu
bagaimana harus mencari gadis itu. Yang dia tahu hanyalah Seraffina tinggal
disana. Entahlah apakah Seraffina masih tinggal disana setelah tiga bulan
berlalu. Sam hanya ingin bertemu dengannya.
Akhirnya setelah melewati perjalanan
yang lumayan jauh, Sam sampai disana. Daerah itu sangat kotor. Sampah dimana –
mana. Pohon – pohon tumbang. Rumah penduduk juga merupakan rumah yang sangat
sederhana. Sam mulai bertanya tanya pada orang – orang disana. Tidak ada yang
tahu. Mereka tidak mengenal Seraffina. Sam tetap mencari. Dia berkeliling.
Bertanya dan bertanya. Namun tetap saja dia tidak dapat menemukan Seraffina.
Sam mulai putus asa. Akhirnya ia berjalan menuju pantai. Mungkin saja Seraffina
ada disana. Berjalan di atas pasir memang menyenangkan. Apalagi matahari mulai
tenggelam. Sam dapat melihat matahari itu perlahan – lahan terbenam. Situasi
ini sama seperti saat ia menemukan surat dalam botol itu. Tiba – tiba datanglah
seorang gadis kecil. Dia berjalan tidak jauh dari tempat Sam berdiri. Gadis itu
mungkin masih SD. Yang pasti dia masih lebih kecil di banding Sam. Yang membuat
Sam kaget adalah gadis itu membawa sebuah botol kaca. Botol kaca itu berisi
sesuatu. Saat itulah dia yakin bahwa gadis itu Seraffina.
Namun entah mengapa Sam tidak dapat
memanggilnya atau berjalan ke arahnya. Sam hanya mengamati gadis itu. Gadis
yang mungkin adalah Seraffina. Gadis itu berjongkok di dekat air laut. Dia
menaruh botol kaca itu ke air. Ombak yang bergulung membawa botol itu pergi.
Lalu gadis itu duduk di situ. Matanya memandang matahari yang akan terbenam.
Kesedihan jelas terpancar dari matanya. Sam memberanikan diri mendekatinya.
“Apakah kamu Seraffina?”
Gadis itu sedikit kaget melihat Sam. Lalu setelah
itu ia mengangguk. Ternyata Sam benar. Dia adalah Seraffina. Gadis yang menulis
surat dalam botol itu. Sam segera mengambil botol kaca yang berisi surat
Seraffina dari dalam tasnya. Seraffina terkejut melihat botol kaca itu.
“Seraffina, aku menerima suratmu seminggu yang lalu.
Benarkah kau yang menulis surat ini?”
“Apakah engkau Tuhan?”, tanya Seraffina polos.
“Bukan. Aku bukan Tuhan, Seraffina. Tapi Tuhan
mengirimku untuk datang kesini. Untuk menjawab surat botolmu ini.”
Seraffina memandang Sam dengan tatapan yang luar
biasa sedih. Seraffina tiba tiba memeluk Sam dan menangis. Sam kaget. Namun dia
membiarkan Seraffina memeluk dirinya. Bahkan Sam membalas pelukan Seraffina.
Gadis kecil yang polos itu menangis dan terus menangis. Sam mencoba
menenangkannya.
“Seraffina, aku Sam. Kamu bisa memanggil aku Kak Sam
jika kau mau.”, ucap Sam ketika akhirnya tangis Seraffina mulai mereda.
Setelah itu Serrafina mulai
menceritakan semuanya. Seraffina tidak dapat mencari keluarganya. Orang orang
desa memberi tahunya bahwa orangtua dan kakak – kakaknya telah pergi. Sejak itu
dia tidak mau mengakui kalau namanya Seraffina. Ia mengganti namanya menjadi
Fina. Makanya saat Sam bertanya pada orang orang desa tidak ada satupun yang
tahu. Seraffina kecil merasa sangat sedih sejak kejadian itu. Makanya Seraffina
menulis surat itu untuk Tuhan agar Tuhan dapat membantunya mencari keluarganya.
Seraffina
baru berumur 7 tahun. Gadis sekecil itu telah menanggung penderitaan
yang begitu berat. Sam menangis mendengar cerita gadis kecil itu.
“Seraffina sekarang jangan sedih lagi ya. Kak Sam
ada disini.”
“Jadi, bisakah kakak mencari orangtuaku dan kakak –
kakakku?”
Sam memeluk Seraffina. Air mata jatuh lagi di
pipinya.
“Maaf sayang, mereka sudah pergi. Mereka pergi ke tempat
yang lebih baik. Mereka tidak bisa bersama Seraffina lagi. Tapi sekarang
Seraffina punya kakak. Kamu tidak perlu sedih lagi ya.”
Seraffina mulai meneteskan air matanya lagi. Ia tahu
Sam berkata sejujurnya. Ia tahu orang tua dan kakak – kakakknya tak akan pernah
dapat dia lihat lagi.
“Seraffina, kamu mau tidak menjadi adik kakak? Kamu
mau ikut dengan kakak?”
Seraffina mengangguk. Dia tersenyum dibalik
tangisannya. Sam kembali memeluk gadis itu.
*
Sebulan
kemudian.
Sam sekarang memilik adik baru. Seraffina telah
menjadi adiknya. Sebulan yang lalu Sam mengajak Seraffina datang kerumahnya dan
memohon kepada kedua orangtuanya agar mengangkat Seraffina menjadi anaknya.
Kedua orangtua Sam merasa terharu dengan sikap putrinya. Akhirnya mereka
mengangkat Seraffina menjadi anak mereka. Dan sekarang Seraffina memliki
keluarga baru.
“Kak Sam, aku sayang sama kakak.”
Sam tersenyum mendengar adik kecilnya itu. Dia juga
sayang pada Seraffina. Seraffina telah mengajarkan padanya banyak hal. Sekarang
ia bisa berubah menjadi anak yang lebih baik. Sikap egois hilang dari dirinya.
Seraffina telah mengubah hidupnya. Surat dalam botol yang ia temukan telah
mengubah semuanya. Kedua orangtua Sam juga sangat bahagia melihat kedua putri
mereka. Sam tetap menyimpan botol itu di dalam kamarnya. Surat dalam botol itu
menjadi barang yang penting bagi dirinya. Dia dan Seraffina bisa bertemu karena
surat dalam botol itu. Surat dalam botol itu menjadi hal terpenting bagi hidup
Sam. Selamanya.
***
(Cerita pendek ini
menjadi buah karya penulis dalam Lomba Mengarang Cerpen Remaja 2011 se -
Indonesia dalam kategori SMP dan menjadi salah satu karya favorit. Dituliskan
kembali dengan beberapa perubahan)
Comments
Post a Comment